Senin, 01 November 2010
PERJAMUAN KUDUS
KAJIAN TEORITIS TENTANG KONSEP PERJAMUAN KUDUS,
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESA
Kajian Teori
Kajian teori yang akan diuraikan oleh penulis menjelaskan tentang definisi perjamuan Kudus, konsep perjamuan Kudus baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dan tentang bagaimana tata cara Perjamuan Kudus.
Definisi Perjamuan Kudus
Langkah yang dilakukan penulis untuk menghindari pengertian yang salah terhadap definisi istilah Perjamuan Kudus, penulis menyatakan pemahaman yang benar terhadap arti kata secara etimologi dan menurut para pakar, kemudian mendefinisikannya dalam suatu kalimat lengkap yang dapat dimengerti.
Pengertian Etimologi
Secara etimologi penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan Perjamuan dan Kudus, sehingga diperoleh pemahaman yang lengkap perihal Perjamuan Kudus.
Perjamuan
Perjamuan berasal dari kata jamu yang berarti: ”menerima kedatangan dan menghidangkan makanan bagi tamu, selanjutnya perjamuan dapat diartikan “pertemuan makan dan minum, resepsi, pesta.” Jadi menurut bahasa Indonesia Perjamuan dapat diartikan secara etimologi sebagai pertemuan makan dan minum.
S. S. Smalley menggunakan beberapa istilah untuk istilah perjamuan yakni misyteh (Ester 5:4, Dan 5:10), syata (Ester 7:1), yayin (Kid 2:4) dan potos (1Ptr 4:3). Semua kata ini berarti “minum anggur.” Melalui pernyataan Smalley diketahui bahwa perjamuan menggambarkan tentang persekutuan yang dimulai dengan memecahkan roti sesuai adat Yahudi. Persekutuan yang sama juga dinyatakan pada acara makan bersama di Galilea dalam pelayanan Tuhan Yesus saat Tuhan Yesus memberi makan orang banyak.
Kudus
Kudus adalah sebuah akar kata yang berarti “murni, suci.” Jadi istilah Perjamuan Kudus secara etimologi dapat didefinisikan sebagai pertemuan makan dan minum yang murni dan suci.
Pengertian Istilah
Perjamuan Kudus merupakan perintah Tuhan Yesus yang harus dilakukan oleh semua denominasi gereja yang ada sampai Tuhan datang kembali (rapture). Ada banyak definisi ataupun makna dari Perjamuan Kudus yang diungkapkan oleh para pakar yang menjadi keyakinan pakar tersebut. Berikut ini beberapa pendapat pakar dinyatakan oleh penulis perihal pengertian Perjamuan Kudus, hal ini dilakukan untuk menemukan definisi yang lengkap.
H. L. Senduk dalam buku yang berjudul Pedoman Pelayanan Pendeta 1 & 2 menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah Perjamuan Tuhan untuk sidang jemaat yang dikasihi-Nya, supaya jemaat selalu akan mengingat kasih Tuhan dan hidup senantiasa di dalam kasihNya.” Perjamuan Kudus hanya dapat dilakukan oleh yang umat Allah (orang yang sudah menerima keselamatan) Yesus, sehingga saat melakukan Perjamuan Kudus setiap orang percaya senantiasa mengingat, merasakan bahwa hanya karena kasih Yesuslah sehingga setiap orang dapat diselamatkan.
W. R. F. Browning menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah perjamuan akhir sebelum pengadilan dan penyaliban Yesus yang diadakan bersama murid-muridNya di kamar loteng.” Pengadilan dan penyaliban Yesus merupakan pengorbanan-Nya yang tertinggi yang dilakukan di atas kayu salib demi untuk menyelamatkan manusia dari akibat dosa (neraka).
Benny Hinn menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah peringatan tentang hal yang telah dilakukan-Nya untuk kita dua ribu tahun yang lalu di Golgota tetapi sekaligus juga suatu persekutuan dengan Dia di masa kini.” Perjamuan Kudus mengingatkan kepada setiap orang percaya akan arti dari pengorbanan Kristus di Kayu Salib. Perjamuan kudus menyatakan dan memeteraikan semua manfaat dari pengorbanan Yesus di atas Kayu Salib, sebagaimana yang ditulis oleh Williamson dalam pengakuan iman Westminster yang menyatakan bahwa:
“Sakramen Perjamuan Kudus merupakan sakramen yang ditetapkan oleh Kristus sendiri. Sakramen Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Kristus sendiri, pada malam Dia dikhianati. Sakramen Perjamuan Kudus diberikan untuk mengingat terus menerus akan pengorbanan-Nya, untuk memeteraikan semua manfaat pengorbanan-Nya kepada orang-orang percaya, serta merupakan suatu ikatan dan janji persekutuan dengan Kristus.
Selain itu Williamson juga menekankan tentang sakramen ditinjau dari segi manfaatnya, khususnya hubungan antara Tuhan terhadap orang percaya. Sakramen Perjamuan Kudus menunjukkan kepada para murid apa yang mereka miliki. Dan sakramen Perjamuan Kudus memberikan kesaksian kepada para murid bahwa mereka benar-benar memilikinya. Perjamuan Kudus juga bermakna bahwa setiap orang percaya adalah milik Allah, demikian pula sebalknya (Allah menjadi milik setiap orang percaya.
Melalui sakramen Perjamuan Kudus diharapkan setiap murid mengerti dan senantiasa mengingat akan karya Yesus yang telah mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Dosa yang telah membuat manusia tersesat (Matius 18:11; Lukas 15:4, 8, 24). Charles C. Ryrie mengatakan bahwa “Jika tidak mendapatkan pengampunan, maka dosa menyebabkan manusia binasa (Yoh 3:16). Dosa membawa manusia ke dalam penghakiman (Luk 12:20).
Leon Morris menegaskan bahwa “Yang mendatangkan keselamatan bagi orang-orang berdosa adalah kematian Yesus yang membawa pendamaian dan bukan kehidupan-Nya yang patut diteladani itu. Jadi kematian Yesus sangatlah berhubungan dengan kematian kekal yang semestinya dialami manusia sebagai akibat dosa. Donald Guthrie mengatakan bahwa perjamuan kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus. Melalui 1 Korintus 10:16 diketahui bahwa rasul Paulus mengartikan Perjamuan Kudus dalam pengertian persekutuan (sharring). Paulus berkata bahwa roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan (kainonia) dalam tubuh Kristus, demikian juga cawan pengucapan syukur adalah persekutuan dalam darah Kristus.
Sebagaimana halnya dalam perayaan paskah orang-orang Yahudi dihayati keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, demikian juga orang-orang Kristen yang ikut serta dalam pengorbanan Kristus secara simbolis mempersatukan diri dengan pengorbanan tersebut. Mengambil bagian di dalam darah dan tubuh Kristus bukanlah hanya unsur-unsur kebutuhan jasmani saja, tetapi merupakan suatu pengalaman bersama dengan Kristus yang telah dikorbankan itu.
Guthrie menekankan kembali bahwa Perjamuan Kudus merupakan tolok ukur untuk melihat kesetiaan seseorang yang sesungguhnya. Tidak ada tempat untuk berkompromi. Orang-orang yang mengambil bagian dalam kematian Kristus dikucilkan dari persekutuan apa pun yang membahayakan posisi ‘di dalam Kristus.” Dengan demikian dapat diketahui bahwa persekutuan orang-orang Kristen mencakup semua orang-orang yang mengambil bagian dalam Kristus karena dipersatukan di dalam satu tubuh dan kesatuan orang percaya dengan Kristus bersifat hakiki.
Jadi berdasarkan pengertian di atas baik secara etimologi maupun menurut pandangan para pakar yang berkompeten, maka dapat disimpulkan bahwa Perjamuan Kudus atau Perjamuan Tuhan adalah peringatan akan pengorbanan Kristus sebagai suatu persekutuan yang mengingatkan betapa besar kasih Allah bagi dunia khususnya bagi setiap orang percaya yang menyatakan hubungan antara jemaat dengan Tuhan secara murni melalui pertemuan makan dan minum.
Konsep Perjamuan Kudus dalam Perjanjian Lama
dan Perjanjanjian Baru
Perjamuan Kudus tidak tiba-tiba muncul dalam Perjanjian Baru, melainkan merupakan penggenapan dari Perjanjian Lama. Seperti halnya dalam perayaan Paskah orang Yahudi sangat menghayati peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir. Saat orang-orang Yahudi keluar dari Mesir, orang-orang tersebut mengalami kuasa Allah yang membebaskan dari perbudakan. Hal yang sama juga dirasakan oleh setiap orang percaya di masa kini bahwa melalui pengorbanan Kristus, setiap orang percaya mengalami kuasa Allah. Soedarmo memberikan penjelasan sebagai berikut:
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan memakai adat ini [Perjamuan Kudus] untuk menguatkan PerjanjianNya di dalam hati umatNya. Tuhan menentukan sakramen Paskah yang harus dilayani oleh umatNya. Paskah ini untuk pertama kalinya dilakukan pada waktu perhambaan bangsa Israel di tanah Mesir, ketika diperintahkan supaya orang-orang Israel menyembelih seekor anak domba yang tidak bercela, kemudian melumurkan darahnya pada tiang dan ambang pintu, dan memakan dagingnya bersama-sama dengan keluarganya. Pada malam Paskah itu Tuhan menyuruh malaikat maut membunuh segala anak sulung dari orang Mesir. Akan tetapi keluarga yang di pintunya dilumurkan darah itu, dilalui saja. Jadi tidak ada seorang anakpun dari orang Israel yang mati . ... Tanda inilah Perjamuan Kudus yang dibiarkan sebagai ganti Paskah dalam Perjanjian Lama.
Sekitar 400 tahun bangsa Israel diperbudak di Mesir,dan Tuhan memakai Musa untuk memimpin ke luar dari Mesir, sehubungan dengan hal tersebut Allah memerintahkan kepada Musa untuk memberitahukan kepada seluruh bangsa Israel mengadakan perayaan paskah yang pertama. Allah menetapkan apapun anak domba atau kambing yang jantan, berumur setahun dan tidak bercela untuk disembeliih, adapun darah binatang tersebut dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan ambang atas pintu, dengan demikian bangsa Israel terluput dari hukuman yang menimpa semua anak sulung Mesir. Pengorbanan binatang tersebut merupakan bayangan dari karya keselamatan yang akan datang, yaitu keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Anak domba yang tidak cacat dan tak bercela dalam Perjanjian Lama menggambarkan Yesus Kristus yang tidak berdosa (Kel 12:3, 29:1; Im 1:3, 10; 3:1, 6; 4:3; 5:15,18;6:6; 9:2; 14:10; dan Bil 29:36).
Kata “tidak bercela” terjemahan dalam versi King James adalah “without blemish, terjemahan dalam bahasa Ibraninya adalah “tamim” yang artinya perfect, complete, without spot (sempurna, tanpa noda). Jadi lembu, sapi, domba yang tidak bercacat dan tidak bercela merupakan gambaran tentang Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah yang tidak bercacat, yang tidak bercela, yang dikorbankan untuk mengampuni dosa seluruh umat manusia.
Bruce B. Barton, Philip W serta David R. Veerman mengatakan bahwa sebutan Anak Domba Allah yang ada dalam pikiran orang-orang Yahudi selalu dihubungkan dengan domba Paskah di Kejadian 12, yang digunakan sebagai korban bakaran untuk menghapus dosa. Ketika Yohanes pembaptis memanggil Yesus dengan sebutan “Anak Domba Allah,” menunjukkan bahwa Yesus adalah korban pengganti yang disediakan Allah untuk dosa-dosa manusia.
Konsep pengganti menyatakan bahwa kematian Kristus menggantikan orang berdosa. Marantika menuliskan bahwa “istilah penting yang dipakai dalam pengertian ini adalah “pengganti” yang berarti bahwa kematian Yesus Kristus sebagai ganti manusia yang percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya. Tuhan Yesus secara tegas mengajarkan bahwa penyerahan tubuh-Nya yang tanpa dosa di salib adalah sebagai tebusan ganti dosa manusia. Jalan Allah ini adalah satu-satunya jalan keselamatan dari akibat dosa (hukuman kekal).
Arthur W. Pink mengatakan bahwa “rancangan salib menjadi fokus dalam pikiran dan perkataan Juruselamat kita pada minggu terakhir pelayanan-Nya di dunia. Hal ini membuktikan bahwa keselamatan merupakan inisiatif dari Allah sendiri. Dalam hal ini Kristus telah mati bagi semua umat-Nya, orang-orang pilihan-Nya, sehingga sebagai akibat dari kematian-Nya itu setiap orang percaya beroleh hidup kekal. Dengan demikian sakramen Perjamuan Kudus hendaknya memberi motivasi kepada setiap orang percaya untuk memberikan yang terbaik bagi Allah sebagai ucapan syukur atas apa yang Tuhan berikan yaitu keselamatan.
Darah Yesus berkuasa untuk mengampuni dosa manusia, berkuasa untuk menebus manusia dari maut, berkuasa untuk mendamaikan antara bumi dan surga, berkuasa menguduskan. Sebagaimana pentingnya darah bagi tubuh, begitu pula pentingnya darah Tuhan Yesus bagi
orang percaya yang merupakan tubuh Kristus.
Maxwell Whyte mengatakan “kita membutuhkan Nama dan Darah-Nya, karena nyawa-Nya ada di dalam darah-Nya. Kekuatan di dalam nama Yesus itu ada, karena Ia telah menumpahkan darah-Nya dan mempersembahkan-Nya kepada Bapa-Nya, yang memberikan segala kuasa di surga dan di bumi kepada Yesus. Yesus adalah korban paskah, penyaliban Yesus adalah proses pengorbanan dari pada Anak Domba Allah. Setiap orang dapat menerima apa yang dijanjikan Yesus dengan cara mengambil bagian di dalam darah-Nya dengan cara melakukan Perjamuan Kudus (makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya).
Alkitab menyatakan dalam Matius 26:27-28 bahwa: Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.
Kata pengampunan di dalam ayat 28 menggunakan istilah adalah “remission”, terjemahan dalam bahasa Yunaninya adalah aphesis, yang artinya melepaskan, membebaskan atau mengampuni. Rasul Paulus menuliskan dalam Efesus 1:7-8: “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian.
Pengampunan dosa diberikan oleh Allah kepada setiap manusia karena setiap manusia telah berbuat dosa dan dosa telah merusak hubungan antara manusia dengan Allah. Pengampunan dosa merupakan cara untuk memulihkan hubungan yang rusak.
Henry C. Thiessen memberikan komentar bahwa kematian Kristus merupakan karya penebusan bagi umat manusia, untuk lebih jelasnya perhatikan tulisan beliau:
‘Kematian Kristus digambarkan sebagai pembayaran uang tebusan. Gagasan penebusan berarti pembayaran harga kepada pihak tertentu agar dapat membebaskan seseorang yang berada dalam perbudakan. Itu sebabnya Yesus mengatakan bahwa Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Harga tebusan tersebut tidak dibayarkan kepada Iblis, tetapi kepada Allah. Alkitab mengajarkan bahwa kita telah ditebus oleh kematian Kristus. Penebusan ini ialah penebusan dari hukum Taurat, atau seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Galatia 3:13, dari “kutuk hukum taurat”, dari hukum itu sediri, dengan cara kita dimatikan terhadap hukum Taurat oleh kematian tubuh Kristus (Rm 7:4), dan dari segala kejahatan, baik fisik maupun moral, termasuk tubuh fana kita saat ini.
Melalui darah-Nya Yesus menciptakan hubungan damai antara manusia dengan Allah, jadi dengan pengorbanan-Nya, hubungan manusia dengan Allah dipulihkan. Pada perjamuan terakhir Yesus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib adalah untuk pengampunan dosa. Hal terjadi sebagai bukti bahwa Allah begitu mengasihi manusia, sehinngga Yesus direlakan mati di atas kayu salib. Perjamuan Kudus dilakukan bertujuan untuk menjadi peringatan bahwa setiap orang telah ditebus melalui pengorbanan Yesus.
Perjamuan Kudus yang diajarkan Tuhan Yesus menggunakan roti dan anggur. Roti bagi orang Yahudi merupakan makanan pokok yang memberi kekuatan, sedangkan anggur adalah minuman yang menyegarkan. Roti terbuat dari tepung yang diperoleh dari beribu-ribu butir gandum dan air anggur diperoleh dari butir buah anggur yang diperas. Roti biasa dipotong-potong dan anggur dituang untuk diminum.
Verkuyl juga menjelaskan proses terjadinya roti sekaligus menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
Benih gandum tertabur ke atas bumi, ditutupi oleh tanah, lalu mati. Batang gandum itu naik ke atas, berkembang, berbuah, mengalami taupan dan hujan lebat. Akhirnya datanglah sebuah ani-ani, batang gandum itu dipotong, dipisahkan dari akarnya. Bulirnya ditebah atau ditumbuk, dihancurkan di antara dua batu penggilingan sampai halus menjadi tepung. Dengan dibakar dalam api open terjadilah roti. Sebaiknyalah kita mengingat kepada riwayat roti itu, apabila kita ingin menangkap atau memahami arti tanda itu dalam Perjamuan Kudus. Yesus pun ditabur, diturunkan ke atas bumi seperti benih gandum tadi.
Saat mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus tidaklah berarti hanya mengambil bagian di dalam unsur-unsur jasmani saja, melainkan juga merupakan suatu pengalaman rohani bersama dengan Kristus. Kuasa Allah bekerja ketika orang percaya menyatu dengan tubuh dan darah Yesus di dalam Perjamuan Kudus.
Melengkapi sarana Perjamuan Kudus, Verkuyl sekaligus menjelaskan proses terjadinya air anggur:
Ibarat kedua adalah anggur. Pokok anggur ditanam di tanah, lalu tumbuh. Mengalami angin kencang, panas terik dan hujan lebat pula. Dengan lambat buah anggur tumbuh bergugus-gugus. Setelah masak, dipetik, diinjak-injak dalam apitan anggur, sehingga keluarlah air anggurnya. Demikianlah pula Yesus ditanam di bumi sebagai tunas yang tumbuh dari tanah yang kering, demikianlah hidup Yesus. Buah-buah yang tumbuh padaNya, yakni kesucian dan kebenaran serta ketaatan yang sempurna, makin lama makin masak. Akhirnya Ia menyerahkan diriNya dihancurkan dalam maut. Bagi kita. Dan kini kita diperkenankan hidup dari segala perbuatan Yesus, selama hidupNya, sampai matiNya, bagi kita. Semuanya itu telah dituang ke dalam cawan ucapan syukur. Dan kita boleh meminumnya.
Istilah tubuh dan darah yang digunakan Yesus menghunjuk pada kematian-Nya di kayu salib. Tubuh-Nya mengalami penderitaan begitu rupa dan darah-Nya tercurah agar manusia yang menerima-Nya secara pribadi mengalami pengampunan dosa, hidup yang kekal dan berkemenangan senantiasa bersama Kristus dalam menghadapi pergumulan hidup dari hari kesehari.
Verkuyl lebih lanjut menjelaskan hubungan Paskah dengan Perjamuan Kudus sebagai berikut:
Perayaan Paskah adalah suatu peringatan. Yang diperingati ialah kejadian-kejadian di tanah Mesir. Akan tetapi selain itu, Paskah adalah suatu nubuatan pula. Anak-domba Paskah menunjuk kepada Anak-domba Allah yang akan menghapus dosa dunia. Pada malam hari, sebelum disalibkan di bukit Golgota, Yesus merayakan Paskah. Ia tahu, bahwa Ia sendiri adalah Anak-anak domba Paskah yang akan dikorbankan di bukit Golgota. Kepada diriNya sendiri telah dikenakan dan digenapi arti perayaan Paskah. Ia mau memperingatkan segala jemaat dari segala abad kepada korban tubuh dan darahNya dengan menetapkan peraturan perjanjian yang baru.
Perjanjian yang baru antara Allah dan manusia dimulai setelah Yesus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib, karena darah Yesus adalah materai dari perjanjian yang baru. Perjanjian yang baru menyatakan bahwa darah-Nya menjadi jaminan atau materai maka perjanjian yang lama tidak dipakai lagi.
Secara tegas Heyer memberikan komentar yang terlihat melalui tulisannya bahwa:
Dalam tugas penelitian kami untuk mencari hubungan antara Paskah dan Perjamuan Kudus, kiranya sangat penting untuk tidak mengesampingkan begitu saja persyaratan yang berkenaan dengan domba Paskah sebagaimana ditetapkan oleh Alkitab, yaitu “tidak bercela” (Kel. 12:5), satu tulang pun tak boleh dipatahkan (Kel. 12:46) dan perintah itu menetapkan bahwa domba harus dimasak dengan cara khusus (Kel.
12:9).
Dalam Perjanjian Lama, Paskah dinyatakan melalui pengorbanan binatang yang berupa Anak Domba yang dipersembahkan untuk perayaan Paskah, tetapi dalam Perjanjian Baru, Perjamuan Kudus dimengerti melalui Yesus yang menjadi korban penebusan dosa. Niftrik dan B. J. Boland juga menyinggung perihal Perjamuan Kudus sebagai berikut:
Berdasarkan isi Alkitab, timbulnya sakramen Perjamuan Kudus adalah lebih jelas daripada timbulnya Baptisan. ...Perjamuan pada malam itu diadakan berhubungan dengan upacara Yahudi dinamai Pesakh. Melalui bentuk Aramnya Paskha (yang juga dipakai dalam Perjanjian Baru berbahasa Yunani) kata itu telah di – Indonesiakan menjadi Paska. Rupa-rupanya kata Pesakh berasal dari kata kerja Ibrani Pasakh, artinya “berlalu” atau “melewati”/ lewat dari. Lihat Kel 12:13, di mana Tuhan berjanji bahwa hukumanNya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak – domba Paska. “Pesakh” itu menunjuk kepada perjanjian yang diadakan Allah dengan Israel dalam melepaskan bangsa ini dari perbudakan di tanah Mesir (lihat Ul 16:1 dyb.).
Tuhan Yesus merayakan Perjamuan Paskah bersama dengan murid-murid yang terakhir kali dan diperintahkan untuk diteruskan atau dilakukan (1Kor. 11:24-25).
H. Hadiwijono memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa:
Sama halnya dengan baptisan kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu terdapat dalam Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20; 1Kor. 11:23-25. Jikalau ayat-ayat itu kita teliti, akan terdapat perbedaan di sana-sini. Sekalipun demikian, semuanya menunjuk kepada satu hal yang penting dan menentukan, yaitu: perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus. Dari segala perintah itu dapat disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan yang biasa. Sebab perjamuan ini adalah perjamuan yang diperintahkan.
Pada abad-abad pertama Perjamuan Kudus dipimpin oleh Uskup, namun karena perkembangan umat Allah yang semakin bertambah, maka tidak cukup waktu untuk melayani umat tersebut.
Pelaksanaan Perjamuan Kudus telah menjadi suatu keharusan bagi gereja-gereja Protestan. Chris Z. Marantika menegaskan bahwa:
Perjamuan Kudus menjadi peringatan-peringatan terhadap kematian Yesus Kristus, pengalaman keselamatan pribadi, mengingatkan orang-orang yang belum percaya akan menerima hukuman, menyatakan persekutuan peraturan antar orang Kristen, dan menyadarkan bahwa Kristus akan datang kembali.
Perjamuan Kudus bagi Heyer merupakan “amanat penetapan” yang diberitakan di empat bagian (Mrk. 14:22-25; Mat. 26:26-29; Luk. 22:14-20; 1Kor. 11:23-26).
Perjamuan Kudus dapat dilakukan oleh setiap orang percaya dalam keadaan lemah sekalipun sebab hal tersebut memuliakan Kristus, sebagaimana juga yang dinyatakan oleh Soedarmo:
Apabila kita merasa tidak sempurna, itu tidak menjadi rintangan untuk turut Perjamuan Kudus. Sebab Perjamuan Kudus itu justru bagi orang-orang yang merasa lemah, dan yang mencari kekuatannya daripada Tuhan. Orang yang insaf akan kelemahannya seperti Rasul Paulus (Rm. 7:13-26) yang merasa lemah di dalam imannya, itulah yang mendapatkan kekuasaannya dari Kristus. Perjamuan Kudus itu bagi orang yang tidak memuliakan diri (sombong), pun juga tidak menghina sesamanya, melainkan memuliakan Tuhan Allah.
Bresee dalam buku Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang 27 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah menjelaskan bahwa:
Kristus mengadakan perjamuan hanya kepada orang-orang yang mengaku sebagai pengikut-pengikut-Nya. Upacara perjamuan diperuntukkan bagi orang Kristen yang beriman. Anak-anak yang belum dibaptiskan tidak bisa diikutkan dalam upacara ini.
Verkuyl dalam tulisannya menjelaskan hal yang sama bahwa:
. . . kita tidak diperbolehkan merayakan Perjamuan Kudus dengan perasaan menganggap ringan atau meremehkan Perjamuan itu atau hanya ikut-ikutan pada lahirnya saja, seolah-olah kita hanya melakukan sesuatu perkunjungan minum teh. Kita harus meminta kepada Tuhan, yang menjamu kita pada Perjamuan Kudus itu, untuk menyiapkan kita buat merayakan perjamuanNya. Agar dapat merayakan Perjamuan Kudus dengan sungguh-sungguh.
Jelaslah bahwa Perjamuan Kudus bukanlah sakramen yang diciptakan oleh manusia atau aturan yang ditetapkan oleh Gereja. Itulah sebabnya suasana sikap hati yang penuh khidmat (sungguh-sungguh) sangatlah dibutuhkan. Verkuyl kembali memberikan tiga cara atau hal-hal yang dilakukan untuk merayakan Perjamuan Kudus, antara lain:
Pertama-tama, haruslah kita merasa bersalah, berdosa dan oleh sebab itu bersikap rendah hati. Kedua, apabila kita mau ikut-serta dalam Perjamuan Kudus, hendaklah kita meminta iman atau kepercayaan yang jujur kepada Tuhan. Ketiga, untuk ikut-serta dalam Perjamuan Kudus, perlu sekali kita berniat dengan jujur dan sungguh-sungguh untuk melakukan segala kebijakan dan berbuat menurut perintah Tuhan.
Soedarmo selanjutnya menjelaskan hal yang sama bahwa: “Oleh karena itu, maka jelaslah pula, bahwa Tuhan Yesus waktu memerintah tidak menghendaki supaya Perjamuan Malam itu dilakukan dengan suatu rumus yang tidak boleh berubah. Akan tetapi tetap firman adalah dasar dari azas tujuan Perjamuan Malam itu.” Tidak ada format yang baku untuk Perjamuan Kudus, namun dasar atau esensinya harus dibangun berdasarkan Alkitab. Calvin juga memberikan pandangan yang hampir sama dengan pendapat penulis, beliau menyatakan bahwa:
Adapun mengenai upacara lahiriah perayaan itu: tidaklah menjadi soal, apakah orang-orang percaya menerima roti dengan tangan atau tidak, apakah mereka membaginya antara mereka atau masing-masing orang makan apa yang diberikan kepadanya, apakah cawan mereka kembalikan kepada diaken atau mereka teruskan kepada orang yang di sampingnya, apakah roti itu beragi atau tidak, apakah anggur itu merah atau putih warnanya. Hal-hal ini adalah hal-hal yang tak begitu penting dan diserahkan kepada kebijaksanaan Gereja.
Calvin lebih cenderung bahwa format atau upacara Perjamuan Kudus dipercayakan kepada kebijaksanaan Gereja masing-masing asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Alkitab.
Esensi Perjamuan Kudus sesungguhya adalah sakramen yang diperintahkan oleh Allah dan bukan dogma yang ditetapkan oleh gereja, sehingga setiap orang percaya harus melakukannya.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis menyusun suatu kerangka berpikir tentang konsep Perjamuan Kudus, yakni sebagai berikut:
Pertama, Perjamuan Kudus adalah Perjamuan Tuhan yang dilakukan untuk mengingat perngorbanan Kristus yang begitu besar untuk menyelamatkan umat-Nya, menyatakan persekutuan atau penyatuan antara Kristus dengan jemaat-Nya yang dilakukan melalui makan roti dan minum anggur yang suci, hal ini dilakukan karena diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk dilakukan oleh setiap orang percaya.
Diduga, bahwa Perjamuan Kudus berasal dari Allah, selanjutnya diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk terus dilakukan oleh setiap orang percaya hingga hari kedatangan-Nya (rapture). Dengan demikian setiap orang percaya melakukan Perjamuan Kudus dengan penuh hormat karena merupakan sakramen yang Allah tetapkan sendiri.
Kedua, Perjamuan Kudus dilakukan sesuai 1 Korintus 11:17-34. Diduga, bahwa Perjamuan Kudus di GTI JABODETABEK sesuai 1 Korintus 11:17-34.
Hipotesa
Penulis menyatakan bahwa hipotesis merupakan kebenaran yang bersifat sementara. Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa: konsep Perjamuan Kudus merupakan perintah Ilahi untuk dilakukan oleh setiap orang percaya. Melalui Perjamuan Kudus setiap orang percaya diingatkan kembali akan karya penyelamatan Kristus, meneguhkan persekutuan orang percaya dengan Kristus juga persekutuan di antara sesama orang percaya.
Kedua, GTI JABODETABEK tidak mengalami kesulitan menerapkan Perjamuan Kudus menurut 1 Korintus 11:17-34 karena GTI JABODETABEK setiap minggu melakukan Perjamuan Kudus.
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESA
Kajian Teori
Kajian teori yang akan diuraikan oleh penulis menjelaskan tentang definisi perjamuan Kudus, konsep perjamuan Kudus baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dan tentang bagaimana tata cara Perjamuan Kudus.
Definisi Perjamuan Kudus
Langkah yang dilakukan penulis untuk menghindari pengertian yang salah terhadap definisi istilah Perjamuan Kudus, penulis menyatakan pemahaman yang benar terhadap arti kata secara etimologi dan menurut para pakar, kemudian mendefinisikannya dalam suatu kalimat lengkap yang dapat dimengerti.
Pengertian Etimologi
Secara etimologi penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan Perjamuan dan Kudus, sehingga diperoleh pemahaman yang lengkap perihal Perjamuan Kudus.
Perjamuan
Perjamuan berasal dari kata jamu yang berarti: ”menerima kedatangan dan menghidangkan makanan bagi tamu, selanjutnya perjamuan dapat diartikan “pertemuan makan dan minum, resepsi, pesta.” Jadi menurut bahasa Indonesia Perjamuan dapat diartikan secara etimologi sebagai pertemuan makan dan minum.
S. S. Smalley menggunakan beberapa istilah untuk istilah perjamuan yakni misyteh (Ester 5:4, Dan 5:10), syata (Ester 7:1), yayin (Kid 2:4) dan potos (1Ptr 4:3). Semua kata ini berarti “minum anggur.” Melalui pernyataan Smalley diketahui bahwa perjamuan menggambarkan tentang persekutuan yang dimulai dengan memecahkan roti sesuai adat Yahudi. Persekutuan yang sama juga dinyatakan pada acara makan bersama di Galilea dalam pelayanan Tuhan Yesus saat Tuhan Yesus memberi makan orang banyak.
Kudus
Kudus adalah sebuah akar kata yang berarti “murni, suci.” Jadi istilah Perjamuan Kudus secara etimologi dapat didefinisikan sebagai pertemuan makan dan minum yang murni dan suci.
Pengertian Istilah
Perjamuan Kudus merupakan perintah Tuhan Yesus yang harus dilakukan oleh semua denominasi gereja yang ada sampai Tuhan datang kembali (rapture). Ada banyak definisi ataupun makna dari Perjamuan Kudus yang diungkapkan oleh para pakar yang menjadi keyakinan pakar tersebut. Berikut ini beberapa pendapat pakar dinyatakan oleh penulis perihal pengertian Perjamuan Kudus, hal ini dilakukan untuk menemukan definisi yang lengkap.
H. L. Senduk dalam buku yang berjudul Pedoman Pelayanan Pendeta 1 & 2 menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah Perjamuan Tuhan untuk sidang jemaat yang dikasihi-Nya, supaya jemaat selalu akan mengingat kasih Tuhan dan hidup senantiasa di dalam kasihNya.” Perjamuan Kudus hanya dapat dilakukan oleh yang umat Allah (orang yang sudah menerima keselamatan) Yesus, sehingga saat melakukan Perjamuan Kudus setiap orang percaya senantiasa mengingat, merasakan bahwa hanya karena kasih Yesuslah sehingga setiap orang dapat diselamatkan.
W. R. F. Browning menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah perjamuan akhir sebelum pengadilan dan penyaliban Yesus yang diadakan bersama murid-muridNya di kamar loteng.” Pengadilan dan penyaliban Yesus merupakan pengorbanan-Nya yang tertinggi yang dilakukan di atas kayu salib demi untuk menyelamatkan manusia dari akibat dosa (neraka).
Benny Hinn menyatakan bahwa: “Perjamuan Kudus adalah peringatan tentang hal yang telah dilakukan-Nya untuk kita dua ribu tahun yang lalu di Golgota tetapi sekaligus juga suatu persekutuan dengan Dia di masa kini.” Perjamuan Kudus mengingatkan kepada setiap orang percaya akan arti dari pengorbanan Kristus di Kayu Salib. Perjamuan kudus menyatakan dan memeteraikan semua manfaat dari pengorbanan Yesus di atas Kayu Salib, sebagaimana yang ditulis oleh Williamson dalam pengakuan iman Westminster yang menyatakan bahwa:
“Sakramen Perjamuan Kudus merupakan sakramen yang ditetapkan oleh Kristus sendiri. Sakramen Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Kristus sendiri, pada malam Dia dikhianati. Sakramen Perjamuan Kudus diberikan untuk mengingat terus menerus akan pengorbanan-Nya, untuk memeteraikan semua manfaat pengorbanan-Nya kepada orang-orang percaya, serta merupakan suatu ikatan dan janji persekutuan dengan Kristus.
Selain itu Williamson juga menekankan tentang sakramen ditinjau dari segi manfaatnya, khususnya hubungan antara Tuhan terhadap orang percaya. Sakramen Perjamuan Kudus menunjukkan kepada para murid apa yang mereka miliki. Dan sakramen Perjamuan Kudus memberikan kesaksian kepada para murid bahwa mereka benar-benar memilikinya. Perjamuan Kudus juga bermakna bahwa setiap orang percaya adalah milik Allah, demikian pula sebalknya (Allah menjadi milik setiap orang percaya.
Melalui sakramen Perjamuan Kudus diharapkan setiap murid mengerti dan senantiasa mengingat akan karya Yesus yang telah mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Dosa yang telah membuat manusia tersesat (Matius 18:11; Lukas 15:4, 8, 24). Charles C. Ryrie mengatakan bahwa “Jika tidak mendapatkan pengampunan, maka dosa menyebabkan manusia binasa (Yoh 3:16). Dosa membawa manusia ke dalam penghakiman (Luk 12:20).
Leon Morris menegaskan bahwa “Yang mendatangkan keselamatan bagi orang-orang berdosa adalah kematian Yesus yang membawa pendamaian dan bukan kehidupan-Nya yang patut diteladani itu. Jadi kematian Yesus sangatlah berhubungan dengan kematian kekal yang semestinya dialami manusia sebagai akibat dosa. Donald Guthrie mengatakan bahwa perjamuan kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus. Melalui 1 Korintus 10:16 diketahui bahwa rasul Paulus mengartikan Perjamuan Kudus dalam pengertian persekutuan (sharring). Paulus berkata bahwa roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan (kainonia) dalam tubuh Kristus, demikian juga cawan pengucapan syukur adalah persekutuan dalam darah Kristus.
Sebagaimana halnya dalam perayaan paskah orang-orang Yahudi dihayati keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, demikian juga orang-orang Kristen yang ikut serta dalam pengorbanan Kristus secara simbolis mempersatukan diri dengan pengorbanan tersebut. Mengambil bagian di dalam darah dan tubuh Kristus bukanlah hanya unsur-unsur kebutuhan jasmani saja, tetapi merupakan suatu pengalaman bersama dengan Kristus yang telah dikorbankan itu.
Guthrie menekankan kembali bahwa Perjamuan Kudus merupakan tolok ukur untuk melihat kesetiaan seseorang yang sesungguhnya. Tidak ada tempat untuk berkompromi. Orang-orang yang mengambil bagian dalam kematian Kristus dikucilkan dari persekutuan apa pun yang membahayakan posisi ‘di dalam Kristus.” Dengan demikian dapat diketahui bahwa persekutuan orang-orang Kristen mencakup semua orang-orang yang mengambil bagian dalam Kristus karena dipersatukan di dalam satu tubuh dan kesatuan orang percaya dengan Kristus bersifat hakiki.
Jadi berdasarkan pengertian di atas baik secara etimologi maupun menurut pandangan para pakar yang berkompeten, maka dapat disimpulkan bahwa Perjamuan Kudus atau Perjamuan Tuhan adalah peringatan akan pengorbanan Kristus sebagai suatu persekutuan yang mengingatkan betapa besar kasih Allah bagi dunia khususnya bagi setiap orang percaya yang menyatakan hubungan antara jemaat dengan Tuhan secara murni melalui pertemuan makan dan minum.
Konsep Perjamuan Kudus dalam Perjanjian Lama
dan Perjanjanjian Baru
Perjamuan Kudus tidak tiba-tiba muncul dalam Perjanjian Baru, melainkan merupakan penggenapan dari Perjanjian Lama. Seperti halnya dalam perayaan Paskah orang Yahudi sangat menghayati peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir. Saat orang-orang Yahudi keluar dari Mesir, orang-orang tersebut mengalami kuasa Allah yang membebaskan dari perbudakan. Hal yang sama juga dirasakan oleh setiap orang percaya di masa kini bahwa melalui pengorbanan Kristus, setiap orang percaya mengalami kuasa Allah. Soedarmo memberikan penjelasan sebagai berikut:
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan memakai adat ini [Perjamuan Kudus] untuk menguatkan PerjanjianNya di dalam hati umatNya. Tuhan menentukan sakramen Paskah yang harus dilayani oleh umatNya. Paskah ini untuk pertama kalinya dilakukan pada waktu perhambaan bangsa Israel di tanah Mesir, ketika diperintahkan supaya orang-orang Israel menyembelih seekor anak domba yang tidak bercela, kemudian melumurkan darahnya pada tiang dan ambang pintu, dan memakan dagingnya bersama-sama dengan keluarganya. Pada malam Paskah itu Tuhan menyuruh malaikat maut membunuh segala anak sulung dari orang Mesir. Akan tetapi keluarga yang di pintunya dilumurkan darah itu, dilalui saja. Jadi tidak ada seorang anakpun dari orang Israel yang mati . ... Tanda inilah Perjamuan Kudus yang dibiarkan sebagai ganti Paskah dalam Perjanjian Lama.
Sekitar 400 tahun bangsa Israel diperbudak di Mesir,dan Tuhan memakai Musa untuk memimpin ke luar dari Mesir, sehubungan dengan hal tersebut Allah memerintahkan kepada Musa untuk memberitahukan kepada seluruh bangsa Israel mengadakan perayaan paskah yang pertama. Allah menetapkan apapun anak domba atau kambing yang jantan, berumur setahun dan tidak bercela untuk disembeliih, adapun darah binatang tersebut dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan ambang atas pintu, dengan demikian bangsa Israel terluput dari hukuman yang menimpa semua anak sulung Mesir. Pengorbanan binatang tersebut merupakan bayangan dari karya keselamatan yang akan datang, yaitu keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Anak domba yang tidak cacat dan tak bercela dalam Perjanjian Lama menggambarkan Yesus Kristus yang tidak berdosa (Kel 12:3, 29:1; Im 1:3, 10; 3:1, 6; 4:3; 5:15,18;6:6; 9:2; 14:10; dan Bil 29:36).
Kata “tidak bercela” terjemahan dalam versi King James adalah “without blemish, terjemahan dalam bahasa Ibraninya adalah “tamim” yang artinya perfect, complete, without spot (sempurna, tanpa noda). Jadi lembu, sapi, domba yang tidak bercacat dan tidak bercela merupakan gambaran tentang Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah yang tidak bercacat, yang tidak bercela, yang dikorbankan untuk mengampuni dosa seluruh umat manusia.
Bruce B. Barton, Philip W serta David R. Veerman mengatakan bahwa sebutan Anak Domba Allah yang ada dalam pikiran orang-orang Yahudi selalu dihubungkan dengan domba Paskah di Kejadian 12, yang digunakan sebagai korban bakaran untuk menghapus dosa. Ketika Yohanes pembaptis memanggil Yesus dengan sebutan “Anak Domba Allah,” menunjukkan bahwa Yesus adalah korban pengganti yang disediakan Allah untuk dosa-dosa manusia.
Konsep pengganti menyatakan bahwa kematian Kristus menggantikan orang berdosa. Marantika menuliskan bahwa “istilah penting yang dipakai dalam pengertian ini adalah “pengganti” yang berarti bahwa kematian Yesus Kristus sebagai ganti manusia yang percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya. Tuhan Yesus secara tegas mengajarkan bahwa penyerahan tubuh-Nya yang tanpa dosa di salib adalah sebagai tebusan ganti dosa manusia. Jalan Allah ini adalah satu-satunya jalan keselamatan dari akibat dosa (hukuman kekal).
Arthur W. Pink mengatakan bahwa “rancangan salib menjadi fokus dalam pikiran dan perkataan Juruselamat kita pada minggu terakhir pelayanan-Nya di dunia. Hal ini membuktikan bahwa keselamatan merupakan inisiatif dari Allah sendiri. Dalam hal ini Kristus telah mati bagi semua umat-Nya, orang-orang pilihan-Nya, sehingga sebagai akibat dari kematian-Nya itu setiap orang percaya beroleh hidup kekal. Dengan demikian sakramen Perjamuan Kudus hendaknya memberi motivasi kepada setiap orang percaya untuk memberikan yang terbaik bagi Allah sebagai ucapan syukur atas apa yang Tuhan berikan yaitu keselamatan.
Darah Yesus berkuasa untuk mengampuni dosa manusia, berkuasa untuk menebus manusia dari maut, berkuasa untuk mendamaikan antara bumi dan surga, berkuasa menguduskan. Sebagaimana pentingnya darah bagi tubuh, begitu pula pentingnya darah Tuhan Yesus bagi
orang percaya yang merupakan tubuh Kristus.
Maxwell Whyte mengatakan “kita membutuhkan Nama dan Darah-Nya, karena nyawa-Nya ada di dalam darah-Nya. Kekuatan di dalam nama Yesus itu ada, karena Ia telah menumpahkan darah-Nya dan mempersembahkan-Nya kepada Bapa-Nya, yang memberikan segala kuasa di surga dan di bumi kepada Yesus. Yesus adalah korban paskah, penyaliban Yesus adalah proses pengorbanan dari pada Anak Domba Allah. Setiap orang dapat menerima apa yang dijanjikan Yesus dengan cara mengambil bagian di dalam darah-Nya dengan cara melakukan Perjamuan Kudus (makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya).
Alkitab menyatakan dalam Matius 26:27-28 bahwa: Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.
Kata pengampunan di dalam ayat 28 menggunakan istilah adalah “remission”, terjemahan dalam bahasa Yunaninya adalah aphesis, yang artinya melepaskan, membebaskan atau mengampuni. Rasul Paulus menuliskan dalam Efesus 1:7-8: “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian.
Pengampunan dosa diberikan oleh Allah kepada setiap manusia karena setiap manusia telah berbuat dosa dan dosa telah merusak hubungan antara manusia dengan Allah. Pengampunan dosa merupakan cara untuk memulihkan hubungan yang rusak.
Henry C. Thiessen memberikan komentar bahwa kematian Kristus merupakan karya penebusan bagi umat manusia, untuk lebih jelasnya perhatikan tulisan beliau:
‘Kematian Kristus digambarkan sebagai pembayaran uang tebusan. Gagasan penebusan berarti pembayaran harga kepada pihak tertentu agar dapat membebaskan seseorang yang berada dalam perbudakan. Itu sebabnya Yesus mengatakan bahwa Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Harga tebusan tersebut tidak dibayarkan kepada Iblis, tetapi kepada Allah. Alkitab mengajarkan bahwa kita telah ditebus oleh kematian Kristus. Penebusan ini ialah penebusan dari hukum Taurat, atau seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Galatia 3:13, dari “kutuk hukum taurat”, dari hukum itu sediri, dengan cara kita dimatikan terhadap hukum Taurat oleh kematian tubuh Kristus (Rm 7:4), dan dari segala kejahatan, baik fisik maupun moral, termasuk tubuh fana kita saat ini.
Melalui darah-Nya Yesus menciptakan hubungan damai antara manusia dengan Allah, jadi dengan pengorbanan-Nya, hubungan manusia dengan Allah dipulihkan. Pada perjamuan terakhir Yesus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib adalah untuk pengampunan dosa. Hal terjadi sebagai bukti bahwa Allah begitu mengasihi manusia, sehinngga Yesus direlakan mati di atas kayu salib. Perjamuan Kudus dilakukan bertujuan untuk menjadi peringatan bahwa setiap orang telah ditebus melalui pengorbanan Yesus.
Perjamuan Kudus yang diajarkan Tuhan Yesus menggunakan roti dan anggur. Roti bagi orang Yahudi merupakan makanan pokok yang memberi kekuatan, sedangkan anggur adalah minuman yang menyegarkan. Roti terbuat dari tepung yang diperoleh dari beribu-ribu butir gandum dan air anggur diperoleh dari butir buah anggur yang diperas. Roti biasa dipotong-potong dan anggur dituang untuk diminum.
Verkuyl juga menjelaskan proses terjadinya roti sekaligus menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
Benih gandum tertabur ke atas bumi, ditutupi oleh tanah, lalu mati. Batang gandum itu naik ke atas, berkembang, berbuah, mengalami taupan dan hujan lebat. Akhirnya datanglah sebuah ani-ani, batang gandum itu dipotong, dipisahkan dari akarnya. Bulirnya ditebah atau ditumbuk, dihancurkan di antara dua batu penggilingan sampai halus menjadi tepung. Dengan dibakar dalam api open terjadilah roti. Sebaiknyalah kita mengingat kepada riwayat roti itu, apabila kita ingin menangkap atau memahami arti tanda itu dalam Perjamuan Kudus. Yesus pun ditabur, diturunkan ke atas bumi seperti benih gandum tadi.
Saat mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus tidaklah berarti hanya mengambil bagian di dalam unsur-unsur jasmani saja, melainkan juga merupakan suatu pengalaman rohani bersama dengan Kristus. Kuasa Allah bekerja ketika orang percaya menyatu dengan tubuh dan darah Yesus di dalam Perjamuan Kudus.
Melengkapi sarana Perjamuan Kudus, Verkuyl sekaligus menjelaskan proses terjadinya air anggur:
Ibarat kedua adalah anggur. Pokok anggur ditanam di tanah, lalu tumbuh. Mengalami angin kencang, panas terik dan hujan lebat pula. Dengan lambat buah anggur tumbuh bergugus-gugus. Setelah masak, dipetik, diinjak-injak dalam apitan anggur, sehingga keluarlah air anggurnya. Demikianlah pula Yesus ditanam di bumi sebagai tunas yang tumbuh dari tanah yang kering, demikianlah hidup Yesus. Buah-buah yang tumbuh padaNya, yakni kesucian dan kebenaran serta ketaatan yang sempurna, makin lama makin masak. Akhirnya Ia menyerahkan diriNya dihancurkan dalam maut. Bagi kita. Dan kini kita diperkenankan hidup dari segala perbuatan Yesus, selama hidupNya, sampai matiNya, bagi kita. Semuanya itu telah dituang ke dalam cawan ucapan syukur. Dan kita boleh meminumnya.
Istilah tubuh dan darah yang digunakan Yesus menghunjuk pada kematian-Nya di kayu salib. Tubuh-Nya mengalami penderitaan begitu rupa dan darah-Nya tercurah agar manusia yang menerima-Nya secara pribadi mengalami pengampunan dosa, hidup yang kekal dan berkemenangan senantiasa bersama Kristus dalam menghadapi pergumulan hidup dari hari kesehari.
Verkuyl lebih lanjut menjelaskan hubungan Paskah dengan Perjamuan Kudus sebagai berikut:
Perayaan Paskah adalah suatu peringatan. Yang diperingati ialah kejadian-kejadian di tanah Mesir. Akan tetapi selain itu, Paskah adalah suatu nubuatan pula. Anak-domba Paskah menunjuk kepada Anak-domba Allah yang akan menghapus dosa dunia. Pada malam hari, sebelum disalibkan di bukit Golgota, Yesus merayakan Paskah. Ia tahu, bahwa Ia sendiri adalah Anak-anak domba Paskah yang akan dikorbankan di bukit Golgota. Kepada diriNya sendiri telah dikenakan dan digenapi arti perayaan Paskah. Ia mau memperingatkan segala jemaat dari segala abad kepada korban tubuh dan darahNya dengan menetapkan peraturan perjanjian yang baru.
Perjanjian yang baru antara Allah dan manusia dimulai setelah Yesus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib, karena darah Yesus adalah materai dari perjanjian yang baru. Perjanjian yang baru menyatakan bahwa darah-Nya menjadi jaminan atau materai maka perjanjian yang lama tidak dipakai lagi.
Secara tegas Heyer memberikan komentar yang terlihat melalui tulisannya bahwa:
Dalam tugas penelitian kami untuk mencari hubungan antara Paskah dan Perjamuan Kudus, kiranya sangat penting untuk tidak mengesampingkan begitu saja persyaratan yang berkenaan dengan domba Paskah sebagaimana ditetapkan oleh Alkitab, yaitu “tidak bercela” (Kel. 12:5), satu tulang pun tak boleh dipatahkan (Kel. 12:46) dan perintah itu menetapkan bahwa domba harus dimasak dengan cara khusus (Kel.
12:9).
Dalam Perjanjian Lama, Paskah dinyatakan melalui pengorbanan binatang yang berupa Anak Domba yang dipersembahkan untuk perayaan Paskah, tetapi dalam Perjanjian Baru, Perjamuan Kudus dimengerti melalui Yesus yang menjadi korban penebusan dosa. Niftrik dan B. J. Boland juga menyinggung perihal Perjamuan Kudus sebagai berikut:
Berdasarkan isi Alkitab, timbulnya sakramen Perjamuan Kudus adalah lebih jelas daripada timbulnya Baptisan. ...Perjamuan pada malam itu diadakan berhubungan dengan upacara Yahudi dinamai Pesakh. Melalui bentuk Aramnya Paskha (yang juga dipakai dalam Perjanjian Baru berbahasa Yunani) kata itu telah di – Indonesiakan menjadi Paska. Rupa-rupanya kata Pesakh berasal dari kata kerja Ibrani Pasakh, artinya “berlalu” atau “melewati”/ lewat dari. Lihat Kel 12:13, di mana Tuhan berjanji bahwa hukumanNya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak – domba Paska. “Pesakh” itu menunjuk kepada perjanjian yang diadakan Allah dengan Israel dalam melepaskan bangsa ini dari perbudakan di tanah Mesir (lihat Ul 16:1 dyb.).
Tuhan Yesus merayakan Perjamuan Paskah bersama dengan murid-murid yang terakhir kali dan diperintahkan untuk diteruskan atau dilakukan (1Kor. 11:24-25).
H. Hadiwijono memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa:
Sama halnya dengan baptisan kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu terdapat dalam Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20; 1Kor. 11:23-25. Jikalau ayat-ayat itu kita teliti, akan terdapat perbedaan di sana-sini. Sekalipun demikian, semuanya menunjuk kepada satu hal yang penting dan menentukan, yaitu: perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus. Dari segala perintah itu dapat disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan yang biasa. Sebab perjamuan ini adalah perjamuan yang diperintahkan.
Pada abad-abad pertama Perjamuan Kudus dipimpin oleh Uskup, namun karena perkembangan umat Allah yang semakin bertambah, maka tidak cukup waktu untuk melayani umat tersebut.
Pelaksanaan Perjamuan Kudus telah menjadi suatu keharusan bagi gereja-gereja Protestan. Chris Z. Marantika menegaskan bahwa:
Perjamuan Kudus menjadi peringatan-peringatan terhadap kematian Yesus Kristus, pengalaman keselamatan pribadi, mengingatkan orang-orang yang belum percaya akan menerima hukuman, menyatakan persekutuan peraturan antar orang Kristen, dan menyadarkan bahwa Kristus akan datang kembali.
Perjamuan Kudus bagi Heyer merupakan “amanat penetapan” yang diberitakan di empat bagian (Mrk. 14:22-25; Mat. 26:26-29; Luk. 22:14-20; 1Kor. 11:23-26).
Perjamuan Kudus dapat dilakukan oleh setiap orang percaya dalam keadaan lemah sekalipun sebab hal tersebut memuliakan Kristus, sebagaimana juga yang dinyatakan oleh Soedarmo:
Apabila kita merasa tidak sempurna, itu tidak menjadi rintangan untuk turut Perjamuan Kudus. Sebab Perjamuan Kudus itu justru bagi orang-orang yang merasa lemah, dan yang mencari kekuatannya daripada Tuhan. Orang yang insaf akan kelemahannya seperti Rasul Paulus (Rm. 7:13-26) yang merasa lemah di dalam imannya, itulah yang mendapatkan kekuasaannya dari Kristus. Perjamuan Kudus itu bagi orang yang tidak memuliakan diri (sombong), pun juga tidak menghina sesamanya, melainkan memuliakan Tuhan Allah.
Bresee dalam buku Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang 27 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah menjelaskan bahwa:
Kristus mengadakan perjamuan hanya kepada orang-orang yang mengaku sebagai pengikut-pengikut-Nya. Upacara perjamuan diperuntukkan bagi orang Kristen yang beriman. Anak-anak yang belum dibaptiskan tidak bisa diikutkan dalam upacara ini.
Verkuyl dalam tulisannya menjelaskan hal yang sama bahwa:
. . . kita tidak diperbolehkan merayakan Perjamuan Kudus dengan perasaan menganggap ringan atau meremehkan Perjamuan itu atau hanya ikut-ikutan pada lahirnya saja, seolah-olah kita hanya melakukan sesuatu perkunjungan minum teh. Kita harus meminta kepada Tuhan, yang menjamu kita pada Perjamuan Kudus itu, untuk menyiapkan kita buat merayakan perjamuanNya. Agar dapat merayakan Perjamuan Kudus dengan sungguh-sungguh.
Jelaslah bahwa Perjamuan Kudus bukanlah sakramen yang diciptakan oleh manusia atau aturan yang ditetapkan oleh Gereja. Itulah sebabnya suasana sikap hati yang penuh khidmat (sungguh-sungguh) sangatlah dibutuhkan. Verkuyl kembali memberikan tiga cara atau hal-hal yang dilakukan untuk merayakan Perjamuan Kudus, antara lain:
Pertama-tama, haruslah kita merasa bersalah, berdosa dan oleh sebab itu bersikap rendah hati. Kedua, apabila kita mau ikut-serta dalam Perjamuan Kudus, hendaklah kita meminta iman atau kepercayaan yang jujur kepada Tuhan. Ketiga, untuk ikut-serta dalam Perjamuan Kudus, perlu sekali kita berniat dengan jujur dan sungguh-sungguh untuk melakukan segala kebijakan dan berbuat menurut perintah Tuhan.
Soedarmo selanjutnya menjelaskan hal yang sama bahwa: “Oleh karena itu, maka jelaslah pula, bahwa Tuhan Yesus waktu memerintah tidak menghendaki supaya Perjamuan Malam itu dilakukan dengan suatu rumus yang tidak boleh berubah. Akan tetapi tetap firman adalah dasar dari azas tujuan Perjamuan Malam itu.” Tidak ada format yang baku untuk Perjamuan Kudus, namun dasar atau esensinya harus dibangun berdasarkan Alkitab. Calvin juga memberikan pandangan yang hampir sama dengan pendapat penulis, beliau menyatakan bahwa:
Adapun mengenai upacara lahiriah perayaan itu: tidaklah menjadi soal, apakah orang-orang percaya menerima roti dengan tangan atau tidak, apakah mereka membaginya antara mereka atau masing-masing orang makan apa yang diberikan kepadanya, apakah cawan mereka kembalikan kepada diaken atau mereka teruskan kepada orang yang di sampingnya, apakah roti itu beragi atau tidak, apakah anggur itu merah atau putih warnanya. Hal-hal ini adalah hal-hal yang tak begitu penting dan diserahkan kepada kebijaksanaan Gereja.
Calvin lebih cenderung bahwa format atau upacara Perjamuan Kudus dipercayakan kepada kebijaksanaan Gereja masing-masing asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Alkitab.
Esensi Perjamuan Kudus sesungguhya adalah sakramen yang diperintahkan oleh Allah dan bukan dogma yang ditetapkan oleh gereja, sehingga setiap orang percaya harus melakukannya.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis menyusun suatu kerangka berpikir tentang konsep Perjamuan Kudus, yakni sebagai berikut:
Pertama, Perjamuan Kudus adalah Perjamuan Tuhan yang dilakukan untuk mengingat perngorbanan Kristus yang begitu besar untuk menyelamatkan umat-Nya, menyatakan persekutuan atau penyatuan antara Kristus dengan jemaat-Nya yang dilakukan melalui makan roti dan minum anggur yang suci, hal ini dilakukan karena diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk dilakukan oleh setiap orang percaya.
Diduga, bahwa Perjamuan Kudus berasal dari Allah, selanjutnya diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk terus dilakukan oleh setiap orang percaya hingga hari kedatangan-Nya (rapture). Dengan demikian setiap orang percaya melakukan Perjamuan Kudus dengan penuh hormat karena merupakan sakramen yang Allah tetapkan sendiri.
Kedua, Perjamuan Kudus dilakukan sesuai 1 Korintus 11:17-34. Diduga, bahwa Perjamuan Kudus di GTI JABODETABEK sesuai 1 Korintus 11:17-34.
Hipotesa
Penulis menyatakan bahwa hipotesis merupakan kebenaran yang bersifat sementara. Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa: konsep Perjamuan Kudus merupakan perintah Ilahi untuk dilakukan oleh setiap orang percaya. Melalui Perjamuan Kudus setiap orang percaya diingatkan kembali akan karya penyelamatan Kristus, meneguhkan persekutuan orang percaya dengan Kristus juga persekutuan di antara sesama orang percaya.
Kedua, GTI JABODETABEK tidak mengalami kesulitan menerapkan Perjamuan Kudus menurut 1 Korintus 11:17-34 karena GTI JABODETABEK setiap minggu melakukan Perjamuan Kudus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar